lingkupperistiwa.com, Riau – Masa depan seorang gadis berusia 18 tahun, sebut saja Bunga (bukan nama sebenarnya), hancur setelah menjadi korban perbuatan bejat seorang pria berinisial R. Dari hubungan paksa tersebut, Bunga hamil dan melahirkan seorang bayi.
Tidak hanya itu, keluarga pelaku pun disebut kerap bertindak sewenang-wenang, menambah tekanan psikis yang dialami korban. Tak tahan dengan kondisi tersebut, keluarga Bunga akhirnya melapor ke Polresta Pekanbaru didampingi kuasa hukumnya, Rusdi Bromi, S.H., M.H, pada Rabu (25/9/2025).
Kronologi
Peristiwa bermula pada November 2024, ketika R mengajak Bunga ke salah satu tempat karaoke keluarga di Pekanbaru. Di tempat itulah Bunga dipaksa melayani nafsu bejat R. Beberapa waktu kemudian, R kembali memaksa Bunga. Saat menolak, korban justru diancam akan ditinggalkan dan mencari perempuan lain. Kejadian tersebut juga pernah dialami Bunga di rumah tante pelaku
Akhirnya Bunga hamil. Namun bukannya bertanggung jawab, pihak keluarga R justru menambah penderitaan korban. Seorang kerabat pelaku, R, bahkan bercerita kepada tetangga bahwa keluarga mereka tidak akan pernah mengakui Bunga sebagai menantu
Tekanan dari Keluarga Pelaku
Dugaan tindakan semena-mena juga datang dari tante pelaku R, yang disebut memaksa agar bayi Bunga jatuh ke tangan mereka. bahkan mengancam jika Bunga membawa bayinya keluarga pelaku mengancam tidak akan menanggung biaya hidup bayi tersebut.
Bahkan orang tua R, disebut sering menantang keluarga korban. Mereka mengaku memiliki banyak kawan, termasuk di kepolisian, sehingga tidak takut meskipun kasus ini dilaporkan.
Kuasa hukum korban, Rusdi Bromi, S.H., M.H, menjelaskan bahwa perbuatan pelaku R bisa dijerat dengan Pasal 81 Undang-Undang Perlindungan Anak, yaitu tindak pidana persetubuhan terhadap anak yang ancaman hukumannya 5–15 tahun penjara.
Selain itu, tindakan keluarga pelaku yang menekan korban, mengancam, dan berusaha merebut bayi korban dapat dikualifikasikan sebagai:
• Kekerasan psikis sebagaimana dimaksud Pasal 45 UU PKDRT, dengan ancaman pidana 3–4 tahun penjara.
• Penelantaran anak sebagaimana diatur dalam Pasal 77 UU Perlindungan Anak dan Pasal 49 UU PKDRT, dengan ancaman pidana 3–5 tahun penjara.
“Bayi itu masih berusia di bawah 2 tahun, sehingga secara hukum hak asuh otomatis ada pada ibu kandungnya. Tidak ada dasar hukum bagi pihak lain untuk merampasnya. Ancaman keluarga pelaku untuk tidak menanggung biaya anak jika korban membawa bayinya pulang jelas merupakan bentuk penelantaran,” tegas Romi.
Tuntutan Keluarga Korban
Kuasa hukum korban juga menyayangkan sikap keluarga pelaku yang dinilai arogan dan tidak berperasaan. Ia meminta Kapolresta Pekanbaru dan Kasatreskrim agar segera melakukan penangkapan terhadap R dan Rpy serta mengusut keterlibatan pihak keluarga yang ikut mengancam dan menekan korban.
“Kami berharap Kanit Unit VI PPA Polresta Pekanbaru bekerja secara professional dan segera. Agar tidak adalagi korban korban berikutnya
Laporan Resmi
Pihak korban telah resmi melaporkan kasus ini ke Polresta Pekanbaru dengan Nomor LP/B/1090/IX/2025/SPKT/POLRESTAPEKANBARU/POLDA RIAU.
“Kami mohon kepada Kapolresta agar pelaku segera diamankan dan keadilan untuk Bunga dapat ditegakkan,” pungkas Rusdi Bromi.